Judul : Lola yang ‘Lola’
Genre : Novel Anak
Penulis : Dian Kristiani
Penerbit : Al Kautsar Kids
Jumlah : 122 halaman
Tak banyak penulis yang mampu menghadirkan kelucuan pada sebuah cerita anak. Inilah salah satu penyebab kurangnya
buku-buku anak bertema lucu. Karena itu patut diacungkan jempol pada Dian Kristiani
yang berani berekplorasi membuat sebuah buku yang diharapkan lucu bagi
anak-anak. Tak mudah menebak lucu yang sesuai untuk anak. Sesuatu yang menurut orang
dewasa lucu, belum tentu lucu bagi anak. Demikian pula sebaliknya.
Kelucuan di buku ini dibangun
dari karakter Lola yang digambarkan ‘lola’
alias telmi dan interaksi dengan
orang-orang di sekitarnya. Mulai dari Mommy,
Daddy, teman-temannya, Bi Yem, guru
kelas, kepala sekolah hingga satpam. Sang penulis dengan jeli menangkap peluang
yang diharapkan bisa memancing kelucuan.
Dian Kristiani adalah salah
satu penulis buku anak yang produktif. Karyanya bertebaran di beberapa penerbit
besar Indonesia. Kebanyakan berupa
cerita bergambar dan kumpulan dongeng / cerita. Meskipun harus diakui bukan
hasil karyanya yang terbaik tapi Lola yang ‘Lola’ (mungkin) satu-satunya hasil
karyanya yang diklaim sebagai novel sesuai dengan genre yang dicantumkan di
pojok kanan atas buku.
Sekilas dilihat dari
penampilan fisik, buku ini memang menyerupai kenampakan novel anak. Namun apabila dicermati lebih jauh, buku ini
lebih tepat jika digolongkan sebagai kumpulan cerita (sangat) pendek.
Model penulisan buku ini
memang tidak biasa untuk sebuah buku anak. Bentuknya seperti naskah drama. Ali
Muakhir, salah satu penulis buku anak terkenal, sebelumnya juga pernah mencoba
membuat buku bertema lucu (Seri Funny Stories, 2009). Isinya kumpulan fabel (sangat) pendek tapi dengan
format penulisan biasa, seperti layaknya sebuah cerita. Dian mengakui bahwa
bentuk penulisan seperti ini terinspirasi dari dua buku dewasa bertema humor
yang telah ditulis sebelumnya.
Model penulisan seperti ini
mengakibatkan karakter tokoh-tokohnya tidak bisa terbangun dengan baik karena
hanya berupa penggalan cerita. Penulis pun memberikan semacam panduan karakter
para tokohnya pada bagian awal buku. Konsekuensinya tentu saja pembaca harus rela membolak-balik
halaman tersebut untuk mengenali tokoh yang diceritakan.
Model penulisan seperti ini
bisa mempertahankan kelucuan di setiap cerita. Jika penulisan dipaksakan utuh
dalam beberapa halaman, mungkin kelucuannya justru jadi terasa berkurang. Kelebihan
lainnya adalah buku bisa dibaca dalam sekali duduk, tanpa perlu membatasi
halaman. Karena satu cerita bisa selesai dalam beberapa menit dan tidak
berhubungan dengan cerita berikutnya. Membacanya pun bisa berulang-ulang,
karena ada cerita yang justru terasa lucu ketika sudah dibaca lebih dari
sekali.
Beberapa ide cerita terasa fresh dan orisinal , misalnya
perbincangan Lola dan Mommy dalam
Ayam (hal 28). Beberapa cerita terasa sebagai pengulangan humor yang sering
beredar di masyarakat, misalnya dalam cerita Keturunan ke Berapa (hal 72). Walaupun
sebagian besar humor yang disajikan masih dirasakan pas untuk usia anak,
sayangnya ada sedikit yang terasa ‘dewasa’. Misalnya pada cerita berjudul Sex
(hal 44) dan Drama Queen (hal 97).
Cerita diakhiri dengan
kesedihan Lola karena meninggalnya sang nenek. Di sinilah kepiawaian sang
penulis menciptakan kelucuan kecil sekalipun di saat sedih. Pembaca bisa
merasakan hidup yang penuh rasa. Suka dan duka, senang dan sedih, kehidupan dan
kematian memang bagai sebuah kepingan uang logam.
Peresensi : Firma Sutan