Selasa, 21 Mei 2013

(Resensi Buku) Lola yang 'Lola'


Judul : Lola yang ‘Lola’
Genre : Novel Anak
Penulis : Dian Kristiani
Penerbit : Al Kautsar Kids
Jumlah : 122 halaman

Tak banyak penulis yang mampu menghadirkan kelucuan pada sebuah cerita anak. Inilah salah satu penyebab kurangnya buku-buku anak bertema lucu. Karena itu patut diacungkan jempol pada Dian Kristiani yang berani berekplorasi membuat sebuah buku yang diharapkan lucu bagi anak-anak. Tak mudah menebak lucu yang sesuai untuk anak. Sesuatu yang menurut orang dewasa lucu, belum tentu lucu bagi anak. Demikian pula sebaliknya.
Kelucuan di buku ini dibangun dari karakter Lola yang digambarkan ‘lola’ alias telmi dan interaksi dengan orang-orang di sekitarnya. Mulai dari Mommy, Daddy, teman-temannya, Bi Yem, guru kelas, kepala sekolah hingga satpam. Sang penulis dengan jeli menangkap peluang yang diharapkan bisa memancing kelucuan.
Dian Kristiani adalah salah satu penulis buku anak yang produktif. Karyanya bertebaran di beberapa penerbit besar Indonesia.  Kebanyakan berupa cerita bergambar dan kumpulan dongeng / cerita. Meskipun harus diakui bukan hasil karyanya yang terbaik tapi Lola yang ‘Lola’ (mungkin) satu-satunya hasil karyanya yang diklaim sebagai novel sesuai dengan genre yang dicantumkan di pojok kanan atas buku.
Sekilas dilihat dari penampilan fisik, buku ini memang menyerupai kenampakan novel anak.  Namun apabila dicermati lebih jauh, buku ini lebih tepat jika digolongkan sebagai kumpulan cerita (sangat) pendek.
Model penulisan buku ini memang tidak biasa untuk sebuah buku anak. Bentuknya seperti naskah drama. Ali Muakhir, salah satu penulis buku anak terkenal, sebelumnya juga pernah mencoba membuat buku bertema lucu (Seri Funny Stories, 2009). Isinya kumpulan fabel (sangat) pendek tapi dengan format penulisan biasa, seperti layaknya sebuah cerita. Dian mengakui bahwa bentuk penulisan seperti ini terinspirasi dari dua buku dewasa bertema humor yang telah ditulis sebelumnya.
Model penulisan seperti ini mengakibatkan karakter tokoh-tokohnya tidak bisa terbangun dengan baik karena hanya berupa penggalan cerita. Penulis pun memberikan semacam panduan karakter para tokohnya pada bagian awal buku. Konsekuensinya tentu saja pembaca harus rela membolak-balik halaman tersebut untuk mengenali tokoh yang diceritakan.
Model penulisan seperti ini bisa mempertahankan kelucuan di setiap cerita. Jika penulisan dipaksakan utuh dalam beberapa halaman, mungkin kelucuannya justru jadi terasa berkurang. Kelebihan lainnya adalah buku bisa dibaca dalam sekali duduk, tanpa perlu membatasi halaman. Karena satu cerita bisa selesai dalam beberapa menit dan tidak berhubungan dengan cerita berikutnya. Membacanya pun bisa berulang-ulang, karena ada cerita yang justru terasa lucu ketika sudah dibaca lebih dari sekali.
Beberapa ide cerita terasa fresh dan orisinal , misalnya perbincangan Lola dan Mommy dalam Ayam (hal 28). Beberapa cerita terasa sebagai pengulangan humor yang sering beredar di masyarakat, misalnya dalam cerita Keturunan ke Berapa (hal 72). Walaupun sebagian besar humor yang disajikan masih dirasakan pas untuk usia anak, sayangnya ada sedikit yang terasa ‘dewasa’. Misalnya pada cerita berjudul Sex (hal 44) dan Drama Queen (hal  97).
Cerita diakhiri dengan kesedihan Lola karena meninggalnya sang nenek. Di sinilah kepiawaian sang penulis menciptakan kelucuan kecil sekalipun di saat sedih. Pembaca bisa merasakan hidup yang penuh rasa. Suka dan duka, senang dan sedih, kehidupan dan kematian memang bagai sebuah kepingan uang logam.

Peresensi : Firma Sutan
Resensi ini diikutkan pada Lomba Resensi yang diadakan oleh 

(Resensi Buku) Cleo, The Savior of Volanian


Judul : Cleo, The Savior of Volanian
Penulis : Ina Inong
Genre : Novel
Penerbit : Penerbitan Pelangi Indonesia
Tahun : 2013
Jumlah : 204 halaman


Cleo kesal, kegemarannya bermain game komputer terhalang. Papa menghukumnya karena menilai Cleo terlalu banyak bermain game. Dia pun lalu mencoba berbagai cara agar bisa memainkan game andalannya, The Creator.
Kekesalannya makin memuncak karena karakter pada game yang diciptakannya hilang. Padahal dia berniat mengikut sertakan karakter dan setting  yang diciptakannya dalam kompetisi yang diadakan perusahaan pembuat game.
Ina Inong, sang penulis, sangat jeli menangkap gejala yang sering ditemukan saat ini. Siapa sih anak yang tidak suka bermain game online? Anak-anak seperti ini diwakili oleh Cleo. Penulis pun menghadirkan tokoh Corine, sang belieber, sebutan untuk penggemar Justin Bieber. Kedua karakter ini terasa begitu dekat dengan dunia keseharian anak jaman sekarang.
Cleo akhirnya menemukan penyebab dari hilangnya karakter pemainnya. Secara tak sengaja dia berjumpa dengan Oguz, panglima tinggi negeri Volan. Karakter dan negeri yang diciptakan Cleo dalam gamenya.
Kehadiran kembali bangsa Volanian ini menimbulkan dendam Lord Arthus, tokoh Foreon, lawan bangsa Volanian. Dia ingin memusnahkan kembali negeri tersebut. Dia bahkan bisa menyusup dalam kehidupan nyata, menjadi calon walikota terkuat dan berencana menghancurkan perpustakaan tua, tempat pengungsian sementara bangsa Volanian.
Konon salah satu unsur yang menjadikan sebuah buku anak berhasil adalah jika pemecahan masalah dilakukan oleh sang anak, dan bukan semata mengandalkan orang dewasa. Pendekatan seperti ini dilakukan dengan sangat jitu oleh penulis. Diangkat sebagai oddar, sang penyelamat, Cleo berusaha menghalangi usaha Lord Arthus. Mulai dari mengerahkan teman-temannya berdemo (hal 96), menemui Pak Walikota (hal 100) dan calon walikota saingan Lord Arthus (hal 105) hingga akhirnya menyusup masuk ke Volanian.
Pertempuran dalam cerita digambarkan heroik dan seru namun tak ada satupun adegan kekerasan yang mengumbar darah. Karena digambarkan bangsa Foreon terbuat dari api maka bangsa Volanian melawannya dengan air. Sebuah usaha cerdik Ina untuk menghindari adegan kekerasan. Bahkan saat Cleo akhirnya memberi senjata pada bangsa Volanian, dia memilihkan pistol air (hal 203).
Saat lauching novel ini, penulis menceritakan alasannya memilih setting Andalusia karena ingin menghadirkan kejayaan Islam di masa lampau (Story edisi 44, Mei 2013). Niat yang sangat baik namun sepertinya tidak berhasil karena yang tercipta justru gap antara dunia nyata dan dunia game. Bahkan kadang terasa janggal, misalnya saat Oberon menyimpan shrinkipopis di suatu mesjid. Ini menimbulkan tanda tanya, apakah itu berarti Oberon (pemimpin spiritual) adalah seorang muslim? Padahal tak pernah sekalipun diceritakan agama dan keyakinan bangsa Volanian.
Secara umum buku ini sangat menarik. Tidak banyak penulis lokal yang berhasil membuat novel fantasi yang tidak melenceng jauh dari logika umum. Tampilan fisik buku juga sangat menarik. Covernya mampu mengundang fantasi tersendiri. Salut!

Peresensi : Firma Sutan
Resensi ini diikutkan pada lomba yang diadakan 



Rabu, 01 Mei 2013

Pelatihan Menulis Anak Bersama WTC

Sudah beberapa kali bekerja sama dengan Writing Training Centre mengadakan pelatihan menulis, kali inipun kerjasama terjalin kembali. Semuanya berawal dari permintaan beberapa peserta saat pelatihan sebelumnya. Waktu itu beberapa orangtua mengharapkan pelatihan yang lebih intensif. Bahkan beberapa anak ternyata sudah mulai menghasilkan tulisan. Dan rupanya mereka berkeinginan tulisan mereka itu dapat diterbitkan dalam bentuk buku.


Pelatihan diadakan selama 2 hari. Hari pertama, saya memperkenalkan kepada para peserta tentang unsur-unsur dalam sebuah cerita. Mereka pun diminta untuk mengenal unsur-unsur tersebut dalam sebuah cerita ataupun film singkat. 

Pada hari kedua, peserta pelatihan lebih banyak melakukan praktik menulis. Mulai dari menuliskan kembali cerita yang mereka baca, menuliskan ide mereka sendiri dan menulis kreatif. Saya pun menyelipkan permainan sederhana namun menarik dan masih berhubungan dengan dunia menulis yaitu dengan meminta para peserta membuat cerita berantai.

Pada sesi kedua ini juga, saya mengenalkan pada anak teknik menulis yang tepat. Mereka jadi tahu cara menset tulisan mereka menggunakan word yang lazim digunakan dalam dunia menulis. Tujuannya untuk menjadikan tulisan mereka enak dipandang oleh editor saat naskah mereka masuk ke penerbit. Karena tujuan pelatihan ini memang dimaksudkan untuk membantu menerbitkan naskah para peserta.

Semua peserta nampak sangat menikmati kebersamaan selama dua hari itu. Mereka banyak mendapat ilmu, bermain, bercanda dan menemukan teman baru. Bahkan beberapa diantaranya terlihat sangat akrab, bahkan diselingi ledek meledek khas anak-anak. Lihatlah keceriaan di wajah mereka. Semoga dari pelatihan ini akan muncul bibit-bibit baru penulis berbakat. Amin.